Histats.com © 2005-2010 Privacy Policy - Terms Of Use - Powered By Histats Hitoolbar Fee

Visit my awesome photo's galleries, click here
Tautan ke google.com silahkan klik disini
Your Ad Here

Selasa, Oktober 05, 2010

Masa depan Negara Indonesia tanpa korupsi

Hmm. Indonesia tanpa korupsi? Sepertinya sulit. Tapi tak salah juga jika kita sedikit menghayal JIKA INDONESIA TANPA KORUPSI.
Hal yang sederhana mungkin kita bisa melihatnya dipinggir jalan, tunawisma akan berkurang drastis, warga tak mampu bisa berobat gratis, kesehatan terjamin, pendidikan juga gratis, tidak hanya sampai sekolah dasar tapi bisa sampai perguruan tinggi (amin). Pengangguran berkurang, tindak kejahatan juga ikut berkurang, kesejahteraan rakyat terjamin, tidak ada pekerja dibawah umur, yang terpaksa meninggalkan masa bermainnya demi mencari sesuap nasi, semua warga selalu tersenyum, saling menghomati, tidak ada perselisihan antar umat beragama lagi. Dan masih banyak hal lainnya yang sangat indah untuk dibayangkan tetapi sulit untuk diwujudkan.
Tetapi sungguh sulit Indonesia tanpa korupsi, karma sudah mendarah daging, tak mengenal jabatan bahkan usia budaya korupsi itu, tanpa kita sadari, kita pun pernah melakukannya, entah sedikit atau banyak yang kita korupsi. Dari mulai mengambil uang kembalian orang tua, atau mengedit nota belanja. Kita mengetahuinya, bahkan kita melihatnya sendiri, tetapi apa yang kita lakukan??
Negara kita mulai mencoba untuk memperbaiki nya, didirikanlan KPK. Tetapi baru sejenak instansi tesebut berdiri, langsung mendapatkan hantaman keras dari penguasa negeri kita, yang tak mau bekerja sama, mereka hanya mementingkan kepentingan pribadi maupun golongan sendiri.
Meski rakyat sudah berkoar-koar dihadapan publik tapi apa daya, hukum rimba masih tertanam dinegeri ini, siapa yang berkuasa dia yang menang, siapa yang berduit dia yang menang, mereka selalu mencari kambing hitam.
Ironisnya, kampanye anti korupsi dan tekad menyelematkan Indonesia dari bahaya korupsi hanya lips service saja. Indonesia terperangkap dalam korupsi politik yang akut. Korupsi politik adalah penyimpangan perilaku penyelenggaraan negara yang sarat dengan pengabaian tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Kecenderungan-kecenderungan manipulatif demi langgengnya kekuasaan sudah masif terjadi. Potret buram ini semakin kelihatan ketika langkah-langkah penegakan hukum terhadap pelaku korupsi cenderung terpasung oleh kepentingan elite penguasa, baik di daerah maupun di pusat. Data Kementerian Hukum dan HAM menunjukkan, dari 778 narapidana korupsi hampir separuhnya (341 napi) memperoleh diskon hukuman. Koruptor yang mendapat remisi dan langsung bebas ber syarat, antara lain, adalah mantan petinggi Bank Indonesia Aulia Pohan, Bun Bunan Hutapea, Maman Soemantri, dan Aslim Tadjudin.

Pemberian grasi kepada para koruptor adalah bukti bobroknya negara ini. Alasan atas nama HAM tidak tepat digunakan untuk mereka. Sebab, jika persoalannya menyangkut keterbatasan fungsi-fungsi pelayanan lembaga pemasyarakatan, tentunya negara harus memaksimalisasikan enerjinya memperbaiki sarana dan fasilitas serta pelayanan lembaga pemasyarakatan kepada warga binaannya. Bukan malah dengan alasan kesehatan atau apapun namanya, grasi diberikan sebagai perwujudan HAM. Ini pandangan yang menyesatkan. Lembaga grasi pada hakikatnya sebagai hak prerogatif presiden memberikan keampunan secara hukum atas kesalahan pelaku demi keadilan hukum. Grasi kepada koruptor adalah tidak tepat. Grasi sangat tepat diberikan kepada narapidana dari kelompok rentan, seperti anak-anak, perempuan, orang cacat, tahanan politik dan sebagainya dengan pertimbangan hukum yang jauh lebih kuat, misalnya masa depannya, kelangsungan hidup keluarganya dan sebagainya.

Pro kontra grasi terhadap Syaukani HR, mantan Bupati Kutai Kertanegara, menemukan momentumnya setelah disetujuinya Revisi UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi pada 26 Juli lalu. Jika gegabah menggunakan lembaga grasi, tidak berlebihan jika dikatakan, revisi ini akan menjadi pintu masuk untuk memperteguh korupsi politik karena demi kepentingan hukum, Menteri Hukum dan HAM, dalam jabatannya, dapat mengajukan permohonan grasi, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 6A. Sesungguhnya, permohonan grasi Syaukani sudah pernah dua kali ditolak presiden. Permohonan grasi Syaukani kali ini, agaknya diajukan oleh Menteri Hukum dan HAM berdasarkan ketentuan Pasal 6A tersebut dengan alasan kemanusiaan.

Sekalipun lembaga grasi merupakan hak prerogatif presiden, tetap saja meniscayakan penjelasan yang terang kepada publik. Pemberian grasi kepada Syaukani HR, terpidana 6 tahun penjara dan penerima grasi dengan pengurangan masa hukuman 3 tahun penjara, dapat menjadi preseden buruk bagi calon-calon narapidana korupsi lainnya. Ranah politisasi lembaga grasi dipastikan rentan dari kepentingan-kepentingan politik. Jika ini benar terjadi, kelak wibawa putusan lembaga peradilan yang merdeka dan imparsial akan terganggu karena mudah diintervensi oleh kepentingan-kepentingan politik melalui lembaga grasi. Lalu, bagaimana masa depan prinsip-prinsip dan efektivitas penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi?

Kehendak merevisi UU Grasi pada intinya adalah untuk mereformasi kelembagaan grasi yang selama ini berjalan sangat lemah dan diskoordinatif. Penumpuknya permohonan grasi mencapai dua ribuan lebih dikarenakan mekanisme grasi yang tidak jelas. Revisi ini diharapkan dapat meningkatkan perubahan fundamental, khususnya dalam memperkuat mekanisme kelembagaan Kementerian Hukum dan HAM karena status narapidana dan pemidanaan merupakan tupoksi mereka sekaligus dapat mempercepat proses permohonan grasi ke presiden dengan pertimbangan MA. Hanya saja, mampukah kelembagaan grasi dengan revisi ini mengeliminasi kepentingan-kepentingan politik yang korup? Masih butuh keterujian lagi.
Masa depan bangsa dan negara Indonesia tergantung dari apa yang terjadi di Indonesia sekarang, dan apa yang dilakukan sekarang. Jika sekarang kita terus membiarkan korupsi merajalela di Indonesia, maka bisa saja beberapa tahun ke depan Indonesia hanya tinggal sejarah karena kacaunya perekonomian Indonesia akibat korupsi. Karena itu, marilah kita perbaiki masa depan bangsa dan negara Indonesia dengan berusaha untuk memberantas korupsi. Kita berikan dukungan pada KPK untuk meningkatkan kinerjanya dalam memberantas korupsi. Jangan sampai di masa depan, Indonesia menjadi negara yang terpuruk karena korupsi. Jangan kotori tangan kita dengan korupsi karena kunci masa depan Indonesia ada di tangan kita sebagai Warga Negara Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar